Raden Sekar Sungsang

Raden Sekar Sungsang/Ki Mas Lalana/Panji Agung Rama Nata atau Raden Sakar Sungsang gelar Maharaja Sari Kaburungan adalah raja Negara Daha ke-1 (1495-1500). Nama ayahnya adalah Raden Carang Lalean - cucu Pangeran Suryanata, sedangkan ibunya Putri Kalungsu. Putri Kalungsu adalah cucu dari Lambu Mangkurat. Putera-putera Raden Sakar Sungsang adalah Raden Sukarama dan Raden Bangawan. Putera tertua, Raden Sukarama menggantikannya sebagai raja dengan gelar Maharaja Sukarama. Maharaja Sukarama mempunyai seorang puteri yaitu Raden Galuh Baranakan (ibu Sultan Suriansyah) dan empat putera lainnya yaitu Pangeran Mangkubumi (Raden Paksa, putera tertua), Pangeran Tumanggung (Raden Panjang), Pangeran Bagalung (Raden Bali) dan Pangeran Jayadewa (Raden Mambang, putera yang hilang) Versi Tutur Candi menyebutkan ayah Raden Sekar Sungsang
adalah Pangeran Aria Dewangsa putera ke-3 dari Pangeran Suryanata. Sedangkan ibunya adalah Putri Kabu Waringin, puteri Lambung Mangkurat. Ada satu generasi yang hilang dalam versi Tutur Candi. Putera yang dilahirkan dari perkawinan incest antara Raden Sekar Sungsang dengan ibunya Putri Kabu Waringin adalah Raden Sira Panji yang dihanyutkan pada sebuah rakit yang kemudian ditemukan oleh orang Biaju di Bekompai, dekat Marabahan. Raden Sira Panji kelak menjadi ketua orang Biaju di sepanjang sungai Barito. Kemudian Raden Sekar Sungsang menikahi Putri Ratna Minasih, puteri Patih Lau, yang kemudian dikaruniai seorang puteri sulung diberi nama Putri Ratna Sari dan dua putera lainnya yaitu Raden Menteri (Ratu Anom) dan Raden Santang (Pangeran Singa Gurda). Putri Ratna Sari menggantikan sebagai raja dengan gelar Ratu Lamak. Ketika tinggal di Jawa (Giri), Raden Sekar Sungsang sempat memiliki dua putera yaitu Panji Sekar (Sunan Serabut) dan Panji Dekar. Panji Sekar menjadi menantu Sunan Giri dengan gelar Sunan Serabut. Sebagai putera Raden Sekar Sungsang, Sunan Serabut merasa berhak atas tahta kemudian ia mengutus tiga orang untuk menuntut upeti kepada Ratu Lamak yang dibayar tiap-tiap tahun. Ratu Lamak digantikan adiknya Ratu Anom. Ratu Anom berputera dua orang yaitu Pangeran Tumanggung dan Pangeran Sukarama. Putera tertua yaitu Pangeran Tumanggung menggantikannya sebagai raja, dialah ayahnda Raden Samudera/Sultan Suriansyah. Pangeran Sukarama menjadi mangkubumi dan Pangeran Agung putera Pangeran Singa Gurda menjadi Dipati dibawah mangkubumi Menurut Tutur Candi (Hikayat Banjar versi II) menceritakan tentang Raden Sekar Sungsang dari Negara Dipa yang lari ke pulau Jawa. Ketika dia masih kanak-kanak kelakuannya menjengkelkan ibunya Puteri Kaburangan, yang juga dikenal sebagai Puteri Kalungsu. Waktu dia kecil karena sering mengganggu ibunya, dia dipukul di kepalanya dan mengeluarkan darah. Sejak itu dia lari dan ikut dengan juragan Petinggi atau Juragan Balaba yang berasal dari Surabaya. Juragan Balaba memeliharanya sebagai anaknya sendiri dan setelah dewasa dia dikawinkan dengan puteri Juragan Balaba sendiri. Dia mempunyai dua orang putera Raden Panji Sekar dan Raden Panji Dekar. Keduanya berguru pada Sunan Giri, Raden Sekar kemudian diambil menjadi menantu Sunan Giri dan kemudian bergelar Sunan Serabut. Raden Sekar Sungsang kemudian kembali menjalankan perdagangan sampai ke Negara Dipa. Dengan penampilan yang tampan Raden Sekar Sungsang adalah seorang pedagang dari Jawa Timur, yang banyak mengadakan hubungan perdagangan dengan pihak kerajaan Negara Dipa di Kalimantan Selatan. Akhirnya dia kawin dengan Puteri Kalungsu penguasa Negara Dipa, yang sebetulnya adalah ibunya sendiri. Setelah Puteri Kalungsu hamil barulah terungkap bahwa suaminya adalah anaknya yang dulu hilang. Mereka bercerai, Raden Sekar Sungsang memindahkan pemerintahannya menjadi Negara Daha, yang berlokasi sekitar Negara sekarang, sedangkan ibunya tetap di Negara Dipa sekitar Amuntai sekarang. Raden Sekar Sungsang yang menurunkan Raden Samudera yang menjadi Sultan Suriansyah raja pertama dari Kesultanan Banjar. Raden Sekar Sungsang Menjadi raja pertama dari Negara Daha dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan. Selama dia berkuasa hubungan dengan Giri tetap terjalin dengan pembayaran upeti tiap tahun. Raden Sekar Sungsang selama di pulau Jawa menikah dengan wanita setempat dengan melahirkan putera Raden Panji Sekar selanjutnya menjadi menantu Sunan Giri, karena itu maka diduga Raden Sekar Sungsang juga telah memeluk agama Islam. Raden Panji Sekar menjadi seorang ulama yang bergelar Sunan Serabut, adalah hal yang wajar kalau ayahnya sendiri Raden Sekar Sungsang telah memeluk agama Islam meskipun keimanannya belum kuat. Kalau anggapan ini benar maka Raden Sekar Sungsang raja dari Negara Daha yang merupakan Kerajaan Hindu yang telah beragama Islam pertama sebelum Sultan Suriansyah (Sultan Banjarmasin I).
Diceritakan dalam Hikayat Banjar versi I, Raden Sakar Sungsang baru berumur tujuh tahun sepeninggal ayah Raden Carang Lalean yang kembali ke tempat asalnya. Ia bersama ibunya, Putri Kalungsu membuat jawadah nanuman. Jawadah itu belum masak, sedang diaduk di dalam wajan besar. Namun Raden Sakar Sungsang sudah meminta jawadah itu. Oleh ibunya dikatakan nanti dulu. Larangan ibunya itu tidak diindahkan, ia terus merengek meminta jawadah, karena tidak sabar maka dicoleknya dengan bilah jawadah itu. Melihat hal itu ibunya pun marah dan memukulnya dengan wancuh gangsa hingga luka dan berdarah. Raden Sakar Sungsang bingung, berteriak dan menangis karena kesakitan. Ia pun akhirnya lari dan meninggalkan ibunya. Saat itu ada orang Surabaya bernama Juragan Balaba yang melihat Raden Sakar Sungsang, dan akhirnya membawanya pergi berlayar. Kemudian gemparlah orang-orang di Nagara Dipa mencari Raden Sakar Sungsang, tak kecuali Putri Kalungsu, ibunya dan Lambu Mangkurat. Alkisah, maka besarlah sudah Raden Sakar Sungsang di Surabaya dan diakui anak oleh juragan Balaba yang memberinya nama Ki Mas Lalana. Semakin hari, semakin kayalah Ki Mas Lalana tetapi ia tidak mau beristeri. Banyak anak dara tergila-gila dengannya termasuk janda dan orang besar yang ingin menjadikannya menantu, sehingga banyak anak dara yang menjadi tergila-gila, lupa makan, lupa segalanya karena kasmaran kepada Ki Mas Lalana.
Setelah meninggalnya juragan Balaba, kemudian pamitlah Ki Mas Lalana kepada istri juragan Balaba untuk berlayar ke Nagara Dipa dengan juragan Dampuawang. Semula istri juragan Balaba berat melepas kepergian Ki Mas Lalana, namun akhirnya diizinkan juga, setelah diberi perbekalan yang banyak. Lambu Mangkurat yang ingin agar Putri Kalungsu bersuami lagi memberitahukan bahwa ada orang keturunan anak cucu ratu Majapahit bernama Ki Mas Lalana. Semula Putri merasa ragu, namua ia mau melihat dulu calon suaminya itu. Setelah saling bertemu dan suka sama suka maka dikawinkanlah Putri Kalungsu (yang sebenarnya ibunda Ki Mas Lalana) dengan Ki Mas Lalana (anak) dengan upacara perkawinan selama tujuh hari tujuh malam, sebagaimana tata upacara perkawinan raja-raja terdahulu, kasus insest ini semula tidak diketahui mereka, namun setelah tujuh hari bersuami maka Ki Mas Lalana minta dicarikan kutu di kepalanya. Namun alangkah terkejutnya sang putri ketika dilihatnya bekas luka di kepala Ki Mas Lalana bertanyalah sang putri mengapa ada bekas luka itu. Semula Ki Mas Lalana tidak memberitahu namun karena didesak terus akhirnya mengakulah Ki Mas Lalana maka katanya: Adapun kepala hamba ini, mulanya dipukul oleh bunda hamba, hamba lagi kecil, dengan pengharu jawadah. Apakah sebabnya hamba tiada ingat. Sesudah itu hamba lari dan tinggal di Jawa. Dimanakah asal mula negeri hamba, hamba tiada ingat. Putri pun terkejut akan anaknya. Ia menagis dan malu serta menolak kepada anaknya dari pangkuannya dan berkata: kalau demikian, engkau itu anakku yang hilang dahulu bernama Sakar Sungsang. Maka anaknya itupun menangis serta sujud minta ampun. Dan untuk menyelesaikan perkara ini dengan bantuan Lambu Mangkurat namun keputusan tetap diserahkan kepada Putri Kalungsu. Putri itupun bersumpah: Hai anakku Sakar Sungsang, sejak hari ini kita diam berpisah, jika aku mati jangan engkau melihat, jika engkau mati tiada aku melihat dan kuubah namamu menjadi Raden Sari Kaburungan. Raden Sari Kaburungan kemudian didudus menjadi raja di kampung lain dan setelah setahun ia pindah dan membuat negeri baru di hilir bernama Muhara Hulak sedangkan ibunya, Putri Kalungsu berdiam di Nagara Dipa. Muhara Hulak kemudian dinamakan Negara Daha atau Nagara sekarang. Bandar (pelabuhannya) di Muara bahan dan tiap hari Sabtu menjamu para menteri di Sitilohor. Akhirnya Putri Kalungsu dan Lambu Mangkuratpun kembali ke tempat asalnya.
Rujukan
Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar terjemahan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.

Referensi
a b (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986
a b (Melayu) Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
Sułtani Banjarmasinu
( id.wikipedia)